Nak, sejenak duduk sini, mari kita berbincang..
Kali ini, ayo kita bicara tentang merasa lebih..
Konteks kali ini adalah merasa lebih baik dari orang lain..
Ada pelajaran berharga yang bapak kemarin dapatkan ketika bapak kemarin pulang ke Bantul. Bapak bertemu dan bercakap dengan teman lama bapak. Bapak menemukan, Bapak mendapatkan pelajaran yang juga berharga untuk bapak sampaikan kepadamu nak.
Saat itu, Bapak yang lama tak bertemu dengan teman lama bapak, terasa sangat kikuk dan rikuh. Beliau tampak santai dan berbincang bercerita. Ada dua pelajaran penting yang dapat bapak catat, yakni tentang bagaimana bercakap dengan orang lain tanpa merasa canggung.
Satu hal yang mungkin bisa dilupakan oleh seseorang adalah merasa lebih dari orang lain, lebih kaya, lebih terhormat, lebih pintar, lebih bersih dan lebih lebih yang lainnya. Dalam kelas drama yang pernah bapak ikuti dulu pun sama. Sebelum Anda berbincang dengan orang, kosongkan gelas ego Anda, saya ulangi ya kosongkan gelas ego Anda, Duduk lah dalam satu posisi dan dalam satu kacamata yang sama dengan lawan bicara mu, dan pasang telinga dan otak untuk tetap menangkap pesan, dan jika diperlukan menanggapi dari informasi yang di dapatkan.
Nak, kadang kita lupa dengan sok nya kita merasa lebih sesuatu hingga melupakan adab berbicara dengan orang lain. Sesekali menggurui, sesekali menilai, judging orang lain, tidak mau menerima dan lainnya. Bapak rasa, pesan ini penting untuk bisa diaplikasikan dalam interaksi dengan orang lain dalam waktu bercakap dengan orang lain.
Jika kita sudah merasa lebih baik, merasa orang lain lebih hina atau lebih rendah dari kita, ya, kita cuma mendapatkan apa yang kita ingin dengarkan. Bahkan, pesan tersembunyi, empati ataupun simpati untuk merespons isi percakapan ataupun titik temu masalah, tanggapan kritis pun kadang miss-point karena kita ego kita menolak lawan bicara kita.
Bukankah dalam ajaran Islam pun ada anjuran, kurang lebih kalimatnya; Dengarlah dan taat, meskipun penguasa (pemimpin) kalian adalah seorang budak Habsyi (budak dari Ethiopia), yang kepalanya seperti kismis (anggur kering) (karena secara fisik, mereka berambut keriting seperti anggur kering yang mengkerut, pen.)” (HR. Bukhari no. 693). Dalam konteks hadits tersebut utamanya kepada kepatuhan kepada pemimpin tapi ada titik yang bapak tangkap yakni tentang tak perlu lihat siapa orangnya tapi lihat isi kalimat dan tindakannya. Bukan usia, bukan siapa orangnya.
Tetapi, anakku, tetap jangan lupakan Adab. Jangan lupakan tata krama.
Selalu sopan santun, unggah unggah, tata krama harus nomer satu. Selalu sopan dalam memperlakukan orang lain dan tak lupa untuk santun.
Komentar