Langsung ke konten utama

Masterchef (Ikatan Dokter) Indonesia



Bismillah.
Dalam tiga minggu ini saya mengikuti stase ilmu kedokteran komunitas - ilmu kesehatan masyarakat (IKM). Alhamdulillah pada stase ini saya mendapatkan kesempatan belajar di wilayah kota surakarta, bukan di Sragen ataupun karanganyar yang memerlukan jarak jauh untuk ditempuh. Saya yang masih ada satu hari, yaitu besok itu hari sabtu besok. Masih punya setumpuk pekerjaan rumah untuk dikerjakan besok.
Tidak perlu bertele - tele, sebenarnya saya cuma mau berbagi ilmu lama yang didapatkan oleh dokter pembimbing saya, dr. dony prasojo dari puskesmas pajang. (hehe..sebelumnya terima kasih banyak dan mohon maaf merepotkan dokter selama ini dok). Beliau memberikan kami sebuah permisalan unik tentang sekolah kedokteran yang bagi saya cukup panjang dan cukup menguras pikiran saya. meskipun pada akhirnya saya menikmatinya sih.
Haish..masih kemana mana..
Pada saat itu, dr. dony melempar satu statement unik, "Coba kalian ingat, kuliah apa yang pada semester 1,2 dan 3 yang kalian masih jelas mengingatnya?" dan kami pun terdiam mengingat kembali adakah pelajaran yang masih kami ingat. dan kamipun menggeleng kompak dan menjawab lantang tapi malu "tidak ada dok"

dr. Dony lalu meneruskan perkataannya "Saya ingat satu kuliah yang itu benar - benar saya ingat pada kuliah di semester 3. Kuliah dari Prof. Sucipto radiologi. Beliau memberikan cerita kepada kami saat tahun 1996 itu dengan kuliah memasak" Kami pun malah terbingung dan saya juga berpikir "iki maksude opo dok?" dan ia pun menjawab rasa penasaran kami "Sekolah kedokteran itu seperti sekolah koki; coba diingat dulu, dulu ketika kalian kuliah di preklinik, ingat tempat duduknya seperti apa?"

"Kalo pas jaman saya dulu tempat duduk hampir sama selalu pas kuliah, maksudnya seperti ini, jadi yang paling pinter duduk di paling depan, nyatetnya lengkap, yang tengah macem macem, ada yang masih memperhatiin kuliah, ada yang mulai bercanda, ada yang lagi main main dengan temannya, dan yang paling belakang udah looosss, entah mereka melakukan apa saja."
Kami pun senyum, "hehe, kok sama ya dok,"
"Berarti masih relevan kalo ini diceritakan", dr. dony tersenyum.

"Nha seperti itu dulu diibaratkan sama prof cipto seperti kita sedang kursus memasak, prof cipto sebagai chef yang sudah ahli yang siap mengajari calon chef chef yang ingin menjadi ahli memasak. dan prof cipto juga mencontohkan nek saat mengajar itu seperti ini belajar masakan misal nasi goreng, bahannya nasi, bumbu bumbu, ayam dan lain sebagainya. itu sama mirip dengan kuliah kedokteran kan? coba.. pada saat belajar tentang sistem pernafasan, yang dipelajari ini, ini, ini. itu baru belajar teorinya, menu - menu nya. terus ada praktikum. nha di situ, calon chef praktek cara memasak, cara membuat masakan biar pas, cara membuat bumbu. mirip kan?"

"apa cuma sebatas itu dek?" tanya dr. dony ke kami.
"?" kami menjawab dengan muka bingung saja
"tidak, belum selesai ceritanya. coba, apa tadi yang duduk di depan, paling rajin, catatannya lengkap selalu masakannya enak?"; "belum tentu, bisa jadi yang dibelakangnya rame sendiri tapi tetap memperhatikan, bisa jadi yang belakang sendiri bisa mengembangkan lebih baik"; "itu juga sama dengan anak kedokteran, kalau kalian sudah menjadi dokter, yang paling rajin, belum tentu yang paling banyak pasiennya, yang bisa sekolah lebih duluan"; "banyak faktor dik" terutama dalam jumlah pasien, bisa jadi yang duduk dibelakang rame bisa mengembangkan lebih baik, bisa jadi yang ada di belakang bisa membuat terobosan."

"Pesan saya untuk kalian, kalian boleh rajin, kalian boleh nggak rajin, tapi tetap pahami dan perhatikan apa yang seharusnya kalian pelajari. dan kalian harus berkembang seiring dengan waktu, kalian racik racik sendiri menu yang sudah dosen kita berikan, jadikan masakan yang paling enak untuk pasien kalian. berkembanglah dik karena kehidupan kalian nantinya akan sangat dinamis lho dik. jadi yang IPnya kecil dan catetannya ga lengkap jangan patah semangat."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mortui Vivos Doscent

Bismillah. Setelah bertahun - tahun berseragam sebagai mahasiswa kedokteran. Akhirnya resmi saya lulus dari Program Sarjana (S-1) Pendidikan Dokter FK UNS pada 17 Januari 2014 lalu dan diwisuda pada tanggal 8 Maret 2014. Satu quote yang saya masih selalu ingat pada masa masih di preklinik lalu adalah  "Mortui Vivos Doscent" Entah siapa yang memulai membuat quote ini. Bareng penasaran, langsung saya buka google. dan taraaa.. Quote yang saya artikan sebagai Dosen itu Mayat Hidup. Ternyata artinya berbeda jauh dengan apa yang saya pikirkan. Ini asli dari wikipedia tidak saya ubah tidak saya tambahkan, dan hasilnya adalah memang benar ini quote lebih cocok buat ahli anatomi, ahli bedah dan ahli forensik. tapi cuma bisa buat jadi pelengkap dasarnya. Bagi saya mungkin lebih suka dengan... "Vita magister est optimus" "Aliquam sed vivens mortuus vivos docent magister est optimus" Artinya : "Vita magister est optimus" - Kehidupan a

Ndoroisme

Tengah malam ini saya sedang terduduk, sesekali menenggak kopi dan berpikir, Ndoroisme itu nyata dan ada disekitar kita. Apa itu ndoroisme. Saya saja awalnya cuma berpikir pikir dan bergumam dalam hati opo kuwi ndoroisme..opo enek istilah ngonoan..(apa itu ndoroisme. Apa ada istilah seperti itu. Ya memang sih tidak ada istilah seperti itu, tapi setidaknya ada orang yang pernah menulis tentang hal ini, yaitu Pak Ahmad Syafii Maarif dalam artikel  "Ndoroisme" Part I beliau tulis di republika online. Kurang lebih begini yang beliau tulis. "Sikap hidup pejabat atau majikan yang serba-ndoro (tuan, majikan), ingin selalu diperlakukan sebagai tuan, laki-laki atau perempuan ( kakung utawi putri )." Bahkan beliau juga memaparkan dalam artikel tsb perwujudan atau contoh contoh sikap ndoroisme bersama dengan couple-ndoroisme alias babuisme ;)) "Perwujudan 'ndoroisme' ini bisa terlihat dalam berbagai bentuk: bersikap ABS-AIS (asal bapak senang-asal ibu senang), mem

The Outlier: Mas Pandu

Sejenak teringat seseorang - salah satu orang yang begitu inspiratif melekat dalam benak saya. Mas Pandu. Ya beliau adalah mas Pandu, Almarhum Mas Pandu. Beliau adik kelas saya, salah seorang outlier yang benar benar outlier dalam segalanya. Sosok beliau yang tinggi, bicara lembut tapi tegas, dan berprinsip. Bersyukur saya dipertemukan dengan beliau selama masa SMA. Menjadi adik kelas beliau pas. Sosok beliau menjadi inspirasi saat melatih kami adik kelas beliau dalam pleton inti, pasukan baris berbaris SMA Negeri 1 Bantul. Beliau sebagai pembeda memberikan kelembutan dalam pelatihan PBB. Metode yang berbeda dengan yang sebelum sebelumnya. Bukan dengan banyak hukuman tetapi konsekuensi dan tanggungjawab ketika tidak disiplin dan melakukan kesalahan. Kami diberikan pemahaman, bukan dipaksa untuk menjalani hukuman atas kesalahan. Tipis bukan perbedaannya? Inspirasi beliau tidak hanya dalam hal itu saja. Beliau ternyata memang memiliki banyak pengaruh dan juga prestasi terutama di dalam