Langsung ke konten utama

Belum Siap

Bismillah.
Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang.
Hari ini tanggal 3 Juli 2015. Ramadhan sudah berjalan 17 hari. Begitu banyak hal yang sudah dilewati dan terlewatkan. Banyak pelajaran yang sudah dipelajari dan banyak pelajaran yang terbengkalai.

Ramadhan ini saya juga belajar tentang mempersiapkan sesuatu dan bekerja keras untuk mendapatkannya. Allah mengajarkan saya melalui sebuah cerita singkat yang saya baca melalui sebuah media sosial yang kemarin saya sempatkan untuk membaca.

Kisah ini mengenai sesorang yang memiliki niat untuk menyempurnakan ibadahnya kepada Allah. Saya beri nama dia Fulan. Fulan adalah seorang yang berniat untuk menikahi seseorang fulanah. Akhirnya ia menghadap gurunya, saya beri nama pak ustadz.
Hari itu, fulan mengahadap pak Ustadz. Dengan berdandan rapi, dengan penuh keyakinan. Fulan bercakap dan menyampaikan maksudnya kepada pak Ustadz.
" Ya, pak Ustadz, saya adalah seseorang yang pemuda, dan saya merasa saya sudah cukup usia dan siap untuk menikah. Saya ingin menikahi fulanah, saya berniat untuk mempersuntingnya." dengan yakin Fulan berkata.
"Ya Fulan, apa kamu yakin? Saya masih melihat ketidaksiapan pada dirimu. Tahanlah dulu keinginanmu. Berpuasalah. " Jawab Pak Ustadz.
"Baiklah pak ustadz. Jikalau Pak Ustadz melihat saya belum siap. Akan saya lakukan." Fulan menyanggupinya.
Dengan langkah gontai Fulan pulang ke rumah, dan meskipun begitu ia sudah menyanggupinya dan akhirnya Fulan berpuasa, dan menunda keinginannya untuk menikah.


Setelah beberapa bulan berlalu, Fulan kembali menghadap kepada Pak Ustadz dan menyampaikan kembali niatannya yang tertunda.
"Ya Pak Ustadz, saya sudah berpuasa. Saya sudah berpuasa senin kamis. Saya sudah berpuasa daud. Saat inipun saya sedang berpuasa."
"Saya masih belum melihat ada perubahan dari dirimu. Apakah kamu berpuasa dengan bersahur?"
 Dengan muka merah padam, dan nada rendah Fulan tak dapat membantah, "Belum."
"Maka, bersahurlah."

Fulan kembali pulang tanpa hasil. Dalam perjalanan pulang, Fulan berpikir dan terus berpikir. Dia sudah berpuasa, sudah menahan lapar, sudah menahan matanya dari lirikan - lirikan yang membatalkan pahala puasa, ucapan ucapan yang bernada gunjingan tak berguna ia sudah lakukan. "Masih ada kah yang kurang? Saya memang tidak sahur, saya kuat seharian tidak makan. Bahkan sampai saat ini badan saya tetap ideal seperti ini."
Dengan segala kerendahan yang ia punya. Ia lalu membisikan hatinya, mengalahkan egonya. "Semua ada hikmahnya. Allah ingin mengajarkan saya sesuatu."
Benar. Fulan berpuasa dengan bersahur terlebih dahulu. Dengan bersahur terlebih dahulu, ia dapat menyempurnakan niatnya berpuasa. Ia masih tetap kuat, malah lebih bertenaga untuk menjalani harinya.

Untuk ketiga kalinya, Fulan kembali ke rumah pak Ustadz untuk niatannya, Ia masih memiliki keinginan untuk menyempurnakan niatnya.
"Pak Ustadz, saya ingin menikah. Saya sudah melatih untuk menahan hawa nafsu saya dengan berpuasa. Saya sudah melengkapkan, menyempurnakan puasa saya dengan bersahur. Apakah kali ini saya sudah dapat menikah?"
"Adakah pelajaran yang kamu petik, Fulan?"
"Dibalik kesabaran ada hikmah?"
"Selain itu?"
"Jangan mendahulukan hawa nafsu, kadang perbuatan baik tidak selalu diiringi dengan niatan yang lurus?"
"Ada lagi?"
"Menahan hawa nafsu dengan berpuasa. Saya kira itu saja Pak Ustadz."
Pak Ustadz tersenyum, sesaat Beliau berkata "Ada satu pelajaran yang terlewat."
"Apa itu Ustadz?"

Kemudian, Pak ustadz menjawabnya,
"Tentang persiapan. Ada kah kamu merasakan perbedaan saat kamu bersahur dan tidak bersahur?"
"Meskipun sama - sama kuat dalam seharian penuh berpuasa, apakah kamu tidak melihat bahwa kamu menyempurnakan apa yang diajarkan Rasulullah. Selain itu, Sahur itu ibarat sebuah persiapan dalam menjalani hari - hari yang panjang yang kamu tidak mengetahui dalam seharian itu kamu akan merasakan apa. Entah cuaca yang panas, pekerjaan yang melelahkan. Kamu sudah mempunyai modal yang kamu persiapkan. Dengan sahur pun, kamu bisa menyempurnakan niatmu untuk berpuasa sunnah. bukan puasa yang asal besok menahan lapar, menahan hawa nafsu."
"Ibaratkan dengan pernikahan. Persiapan penting dilakukan, persiapan jasmani, rohani, ilmu pengetahuan, harta serta segala apapun yang patut dipersiapkan."
"Bukannya saya menakut - nakuti kamu untuk menikah. Tetapi, ketika semua kamu persiapkan, kamu memiliki waktu untuk memikirkan langkah apa yang akan kamu ambil. dan semua telah dipersiapkan dengan matang, apakah itu tidak lebih baik nanti jadinya?"
(.........)

Diambil dan terinspirasi dari Official LINE Dakwah Islam; Ustadz Akbar dengan beberapa pengembangan.

Semoga Bermanfaat. Barokallah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mortui Vivos Doscent

Bismillah. Setelah bertahun - tahun berseragam sebagai mahasiswa kedokteran. Akhirnya resmi saya lulus dari Program Sarjana (S-1) Pendidikan Dokter FK UNS pada 17 Januari 2014 lalu dan diwisuda pada tanggal 8 Maret 2014. Satu quote yang saya masih selalu ingat pada masa masih di preklinik lalu adalah  "Mortui Vivos Doscent" Entah siapa yang memulai membuat quote ini. Bareng penasaran, langsung saya buka google. dan taraaa.. Quote yang saya artikan sebagai Dosen itu Mayat Hidup. Ternyata artinya berbeda jauh dengan apa yang saya pikirkan. Ini asli dari wikipedia tidak saya ubah tidak saya tambahkan, dan hasilnya adalah memang benar ini quote lebih cocok buat ahli anatomi, ahli bedah dan ahli forensik. tapi cuma bisa buat jadi pelengkap dasarnya. Bagi saya mungkin lebih suka dengan... "Vita magister est optimus" "Aliquam sed vivens mortuus vivos docent magister est optimus" Artinya : "Vita magister est optimus" - Kehidupan a

Ndoroisme

Tengah malam ini saya sedang terduduk, sesekali menenggak kopi dan berpikir, Ndoroisme itu nyata dan ada disekitar kita. Apa itu ndoroisme. Saya saja awalnya cuma berpikir pikir dan bergumam dalam hati opo kuwi ndoroisme..opo enek istilah ngonoan..(apa itu ndoroisme. Apa ada istilah seperti itu. Ya memang sih tidak ada istilah seperti itu, tapi setidaknya ada orang yang pernah menulis tentang hal ini, yaitu Pak Ahmad Syafii Maarif dalam artikel  "Ndoroisme" Part I beliau tulis di republika online. Kurang lebih begini yang beliau tulis. "Sikap hidup pejabat atau majikan yang serba-ndoro (tuan, majikan), ingin selalu diperlakukan sebagai tuan, laki-laki atau perempuan ( kakung utawi putri )." Bahkan beliau juga memaparkan dalam artikel tsb perwujudan atau contoh contoh sikap ndoroisme bersama dengan couple-ndoroisme alias babuisme ;)) "Perwujudan 'ndoroisme' ini bisa terlihat dalam berbagai bentuk: bersikap ABS-AIS (asal bapak senang-asal ibu senang), mem

The Outlier: Mas Pandu

Sejenak teringat seseorang - salah satu orang yang begitu inspiratif melekat dalam benak saya. Mas Pandu. Ya beliau adalah mas Pandu, Almarhum Mas Pandu. Beliau adik kelas saya, salah seorang outlier yang benar benar outlier dalam segalanya. Sosok beliau yang tinggi, bicara lembut tapi tegas, dan berprinsip. Bersyukur saya dipertemukan dengan beliau selama masa SMA. Menjadi adik kelas beliau pas. Sosok beliau menjadi inspirasi saat melatih kami adik kelas beliau dalam pleton inti, pasukan baris berbaris SMA Negeri 1 Bantul. Beliau sebagai pembeda memberikan kelembutan dalam pelatihan PBB. Metode yang berbeda dengan yang sebelum sebelumnya. Bukan dengan banyak hukuman tetapi konsekuensi dan tanggungjawab ketika tidak disiplin dan melakukan kesalahan. Kami diberikan pemahaman, bukan dipaksa untuk menjalani hukuman atas kesalahan. Tipis bukan perbedaannya? Inspirasi beliau tidak hanya dalam hal itu saja. Beliau ternyata memang memiliki banyak pengaruh dan juga prestasi terutama di dalam